03 Nov
03Nov

Pendidikan karakter menjadi hal yang sangat penting karena dengan karakter yang telah terbentuk maka akan mempermudah peserta didik untuk menangkap keseluruhan materi pelajaran dengan baik, yuk mengenal lebih dekat bagaimana pendidikan karakter ditegakkan di berbagai negara!

Konsep Pendidikan Karakter 

Secara harfiah, istilak karakter berasal dari Bahasa Latin yang memiliki makna watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari factor kehidupannya sendiri-sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit”, karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata karma, budaya dan adat istiadat. Adapun pengertian Pendidikan karakter dalam grand design Pendidikan karakter, adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan Pendidikan (sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat). Nilai-nilai luhur ini berasal dari teori-teori Pendidikan, psikologi Pendidikan, nilai-nilai social budaya, ajaran agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang telah disebutkan dalam pendahuluan di atas bahwa Pendidikan karakter menjadi hal yang sangat urgent karena beberapa kasus yang kian merebak di sekitar kita, misalnya saja korupsi yang kian menjamur, pergaulan bebas, kenakalan remaja, kasus narkoba, dan lain sebagainya. 

Urgensi Pendidikan Karakter 

terdapat beberapa hal yang menjadi urgensi pendidikan karakter ialah 

1) Memudarnya Nasionalisme dan jati Diri Bangsa. Nasionalisme secara umum berarti cinta tanah air, bangsa dan negara dan rela berjuang dan berkorban untuk kejayaannya. Namun, akhir-akhir ini kehidupan berbangsa dan bernegara semakin memudah akhir-akhir ini yang ditandai dengan berkembangnya individualism, hedonism, terorisme, bahkan separatism. 

2) Merosotnya Harkat dan Martabat Bangsa. Bangsa Indonesia terkenal akan kekayaannya, baik kekayaan alam maupun budayanya, namun akhir-akhir ini, label negative lah yang menempel pada bangsa kita, misalnya dengan banyaknya kasus korupsi, teorisme, dan lain sebagainya. 

3)Mentalitas Bangsa yang Buruk. Indonesia memiliki modal yang cukup bakan berlebih untuk menjadi bangsa yang besar, misalnya dengan modal jumlah penduduk yang esar, kekayaan budaya dan Bahasa, kekayaan alam, dan lainnya, namun bangsa ini belum berubah ke arah yang lebih baik saat ini, misalnya dengan banyaknya kasus korupsi di negeri ini, praktik-praktik kolusi serta nepotisme. 

4) Krisis Multidimensional. Cukup banyak masalah yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia, misalnya saja konflik social di berbagai tempat, praktik korupsi, perkelahian antar pelajar, pelanggaran etika, munculnya beberapa aliran yang dianggap sesat, dan sebagainya. 

5) Degradasi Moral Perusak Karakter Bangsa

Proses pembentukan karakter seseorang, khususnya seorang anak akan dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga, lembaga Pendidikan, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan Pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertamatama mendapatkan bimbingan, sementara dikatakan utama karena sebagian besar dari kehidupan anak berada di dalam keluarga sehingga Pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.  

Pendidikan Karakter di Berbagai Negara 

1. Indonesia 

UU RI No 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan serta membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa serta berupaya untuk mengembangkan potensi serta kemampuan peserta didik dan menjadikan mereka menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab. 12 Disebutkan oleh Puskur Kemendiknas Tahun 2010 bahwa tujuan Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:13 1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang relijius 3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa 4. Mengembangkan kemampua peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). 

Strategi ataupun implementasi pendidikan karakter di sekolah baik di tingkat anak usia dini, sekolah menengah pertama ataupun menengah atas serta perguruan tinggi, memiliki berbagai macam strategi. Di salah satu penelitian disebutkan bahwa strategi yang digunakan dalam penerapan pendidikan karakter adalah 1) pengintegrasian nilai dan etika pada mata pelajaran; 2) internalisasi nilai positif yang ditanamkan oleh semua warga sekolah (kepala sekolah, guru dan orang tua); 3) pembiasaan dan latihan; 4) pemberian contoh dan teladan; 5) penciptaan suasana berkarakter di sekolah dan 6) pembudayaan.

 Sedangkan untuk implementasi pendidikan karakter dilakukan melalui keterpaduan antara pembentukan karakter dengan pembelajaran dan manajemen sekolah dan ekstrakurikuler. 16. Di dalam penelitian disebutkan terkait kekurangan dalam implementasi pendidikan karakter di Indonesia, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah tidak memiliki kebijakan dan administrasi mengenai pendidikan karakter, dimana sebagian besar sekolah yang memiliki lingkungan yang mendukung penyelenggaraan pendidikan karakter, sebagian besar guru tidak memiliki kompetensi yang baik, sebagian besar sekolah telah menggunakan kurikulum dan sebagian besar guru belum menggunakan penilaian yang cocok bagi pendidikan karakter dan sebagian masyarakat belum mendukung jalannya pendidikan karakter.

2. Singapura 

Pendidikan yang ada di Singapura merupakan salah satu yang terbaik di dunia setelah Finlandia. Terdapat beberapa dasar filsafat yang digunakan di negara ini, misalnya filsafat analitik, filsafat progresivisme, eksistensialisme, serta rekontruksionalisme. Filsafat analitik menganalisis serta menguraikan istilah-istilah dan konsep-konsep Pendidikan seperti teaching, ability, education dan sebagainya serta mengklarifikasi berbagai slogan Pendidikan seperti Ajarilah anak-anak dan bukan mata mata pelajaran. Sehingga, dapat dikatakan bahwa alat-alat yang digunakan dalam filsafat ini adalah logika dan linguistic serta Teknik-teknik analisis.18 Selanjutnya adalah filsafat progresivisme dimana tokohnya adalah John Dewey. Beliau berpendapat bahwa Pendidikan bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan kepada anak, namun juga kemampuan dan ketrampilan berfikir dengan memberikan rangsangan yang tepat. Teori ini juga menyebutkan bahwa sekolah merupakan institusi social dan Pendidikan adalah suatu proses social. Teori ini percaya bahwa Pendidikan merupakan process of living dan bukan sesuatu untuk menyiapkan masa depan. Sehingga kebutuhan individual anak didik harus diutamakan dan bukan subject-oriented. Filsafat yang menjadi dasar selanjutnya adalah eksistensialisme, dimana teorinya menyebutkan bahwa yang menjadi tujuan utama Pendidikan bukan agar anak didik dibantu untuk mempelajari bagaimana menanggulangi masalah eksistensial mereka, namun agar dapat mengalami secara penuh eksistensi mereka. Aliran filsafa ini mengukur hasil Pendidikan bukan semata-mata pada apa yang telah dipelajari dan diketahui oleh peserta didik, namun yang lebih penting adalah apa yang mampu mereka ketahui dan alami. Sehingga, dapat dikatakan bahwa teori ini menolak Pendidikan dengan system indoktrinasi. Aliran filsafat yang terakhir yang dianut di Singapura adalah rekontruksionalisme dimana aliran ini melihat bahwa Pendidikan dan reformasi social adalah hal yang sama. Aliran ini memandang kurikulum sebagai problem centered. Meskipun terdapat beberapa aliran filsafat yang dianut di negara ini, pemerintah Singapura meyakini bahwa Pendidikan memiliki tujuan utnuk membantu para generasi muda atau anak-anak untuk menghadapi masa depannya dalam berbagai segi kehidupan. Itulah sebabnya segi kehidupan seperti halnya spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasa serta rasionalitas merupakan hal yang sama-sama pentingnya dan harus mendapatkan porsi yang sama dalam bidang Pendidikan. Sehingga, Pendidikan tidak hanya berfokus pada ranah-ranah kognitif, namun juga segi emosi dan rohani anak. Pendidikan juga mempunyai peran untuk membantu peserta didik masuk ke dalam masyarakat dan ikut terlibat secara proaktif didalam masyarakat secara bertanggung jawab. Dalam artianya bahwa pendidikan juga perlu membantu peserta didik, mengenal masyarakatnya,peka terhadap situasi masyarakatnya,aktif ikut berpikir,dan bertanggung jawab secara moral maupun sosial terhadap perkembangan masyrakatnya. Pendidikan di Singapura sangat menyesuaikan dengan perkembangan anak. Artinya bahwa dalam massa-massa tahap perkembangan peserta didik, dia selalu mengalami proses pembentukan psikologi dari tahap ke tahap,sehingga setiap psikologi pribadi peserta didik tidak akan selalu sama. Sehingga tidak seharusnya peserta didik dari 3-7 tahun dihadapkan kepada pelajaran yang serba keras, matematika misalnya. Karena hal ini akan mempengaruhi pola pikir mereka, yang seharusnya masih dalam usia bermain dihadapkan pada proses pendidikan yang serba berat sehingga pada tahap mereka masuk dalam proses pendidikan menenggah dan atas mereka muda cepat bosan serta tidak mau berlama-lama di dalam kelas. Di Singapura misalnya peserta didik di berikan metode pelajaran menulis sambil mendengarkan musik pada saat mereka memasuki SD kelas 1 dan itu disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Ini berbeda dengan Indonesia dimana peserta didik diajarkan penulis serta matematika (tampa musik) pada saat mereka masih TK. Sehingga peserta didik yang masih usia main dipakasakan untuk mengerti matematika dan belajar membaca. Hal serupa juga diungkapkan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yang menyatakan bahwa "Agar Singapura berhasil, warga Singapura tidak hanya harus menjadi warga negara yang berpendidikan tinggi dan pekerja yang terlatih, mereka harus memiliki 'nilai-nilai yang tidak berwujud tetapi penting'. Ia juga menambahkan "Itu tergantung tidak hanya pada pengetahuan apa yang telah diterima di sekolah; bahasa, sains dan matematika, ekonomi dan sejarah, tetapi juga nilai-nilai tidak berwujud tetapi penting (seperti) merawat teman sekelas dan sesama warga negara, bersedia berkontribusi untuk kebaikan bersama, bangga dengan negara kita, dan berdiri untuk itu. 

3. Jepang 

Pada dasarnya pola pendidikan di sekolah yang ada di Jepang serupa dengan yang ada di Indonesia yang memiliki pola 6-3-3-4, dimana sistem pendidikan yang ada di negara ini telah diatur dalam Kyoiku Kibonbo atau Fundamental Law of Education. Sama seperti di Indonesia, pendidikan dasar (SD) ditempuh selama enam tahun, dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama dan atas masing-masing selama tiga tahun. Untuk tingkat perguruan tinggi (Strata Satu) ditempuh selama empat tahun, kecuali fakultas kedokteran yang ditempuh selama enam tahun. 20 Budaya di Jepang memegang peranan yang sangat besar dalam proses penanaman moral atau karakter pada diri seorang anak. Keluarga, khususnya ibu memiliki andil yang sangat besar untuk mendidik seorang anak. Terdapat istilah Kyoiku Mama yang memiliki makna bahwa seorang ibu tidak akan pernah berhenti untuk terus mendorong anak-anaknya untuk belajar dan menciptakan keseimbangan dalam pendidikan, baik dari segi fisik, emosional, maupun sosial. Terdapat beberapa hal yang mungkin terlihat sangat remeh dilakukan, namun hal tersebut menjadi cara untuk menanamkan pendidikan karakter di Jepang21, yaitu: 1) Post It Ucapan Terima Kasih atau yang disebut dengan Arigatou Posuto Itto dalam dalam Bahasa Jepang. Tempelan-tempelan semacam ini biasanya digunakan dengan maksud untuk mengucapkan terima kasih kepada teman yang telah meminjami pulpen atau telah membagi bekal yang dimiliki. Meskipun terlihat sebagai sesuatu yang sepele, namun hal kecil ini mengajarkan kepada anak-anak atau masyarakat untuk tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita. 2) Peta Keamanan Lingkungan dalam istilah Jepang disebut dengan Chiiki Anzen Mappu. Konsep ini diajarkan di sekolah yang ada di Jepang untuk mendidik para siswa agar peduli dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Peta tersebut merupakan karya para siswa dengan maksud untuk mengingatkan kepada masyarakat yang melihatnya bahwa misalnya di suatu jalan terdapat banyak tikungan sehingga setiap orang dapat berhati-hati. 3) Mendidik Gotong Royong, jenis Pendidikan ini biasanya dalam bentuk pembagian jadwal piket untuk membersihkan kelas dimana jadwal tersebut tertempel di dinding. 4) Mendidik untuk Selalu Memiliki Tujuan, dimana hal ini diajarkan dengan cara membuat target-target dari para siswa yang ditulis di bawah foto siswa tersebut. Target tersebut berupa target-target sederhana, misalnya target untuk bangun pagi, tidak terlambat ke sekolah, dan lain sebagainya. Target tersebut juga dapat berupa target bulanan ataupun target tahunan. 5) Koran yang Ditulis Tangan atau yang dikenal dengan istilah Tegaki Shinbun, dimana koran ini dibuat oleh para siswa dengan desain atau layout yang menarik. 6) Mengasah Empati, dimana salah satu bentuknya adalah dengan tidak memberikan pidato yang Panjang lebar dan membosankan kepada para siswa. Dengan membiasakan diri atau mengajarkan hal-hal di atas, anak-anak diajarkan untuk memiliki etos kerja yang tinggi, taat pada peraturan, disiplin, serta memiliki kreativitas yang tinggi. 

Itu dia beberapa bentuk pendidikan Karakter di berbagai negara, semoga dapat menambah wawasan bagi pembaca 

Salam Belajar Sepanjang Hayat!      

Baca Juga: Sampai Kapan Kita Harus Belajar


Referensi : 

Syamsurrijal, A. (2018). Menilik Pendidikan Karakter Di Berbagai Negara (Studi Multi Situs Di Indonesia, Singapura Dan Jepang). Al Hikmah: Jurnal Studi Keislaman8(2), 206-214.

Comments
* The email will not be published on the website.